Jokowi Bisa Gugat Pusat Soal Mobil Murah [ BeritaTerkini ]


JAKARTA, KOMPAS.com – Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor menimbulkan bentrokan kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sejumlah kepala daerah menolak PP tersebut.

Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah RI, Ryaas Rasyid mengungkapkan, sejumlah kepala daerah yang menolak PP tersebut seharusnya dapat saling menggalang persepsi. Bentuk nyatanya adalah dengan mengajukan uji materil Peraturan Pemerintah tersebut ke Mahkamah Agung (MA) bersama-sama dengan argumennya.

“Bisa saja menggugat kebijakan pusat ke MA kalau memang mereka sepakat dengan materi gugatan serta alasan yang sama,” ujar Rasyid kepada Kompas.com, Rabu (25/9/2013) sore.

Pada dasarnya, lanjut pria yang kelahiran Gowa, Sulawesi Selatan itu, terdapat satu alasan kuat mengapa peraturan pemerintah layak digugat oleh pemerintah daerah yang berada di bawahnya. Yakni, jika kebijakan tersebut bertentangan dengan kepentingan dari masyarakat banyak.

Rasyid yakin, alasan sejumlah kepala daerah menolak terbitnya kebijakan Low Cost Green Car tersebut adalah soal kepentingan umum. Di saat pemerintah daerah tengah berusaha mengatasi kemacetan dengan menambah transportasi massal, misalnya, tiba-tiba muncul kebijakan yang mendorong masyarakat untuk membeli mobil.

Namun, jika para kepala daerah tersebut tidak memiliki cukup nyali mengajukan PP itu untuk diuji materil ke MA, dapat menggunakan wewenang otonomi daerah yang dijamin melalui UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI (otonomi daerah).

“Jadi maksimal yang bisa diminta adalah agar mobil murah, juga mobil mahal sebenarnya, benar -benar dibatasi penjualannya di DKI,” ujarnya.

Sekadar gambaran, di dalam Undang-Undang No mor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI, Bab V Pasal 26 Ayat (4), tercantum “Kewenangan Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang ini sebagaimana dimaksud oleh ayat (1) meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang : 1. Tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup 2. Pengendalian penduduk dan permukiman, 3. Transportasi, 4. Industri, perdagangan dan 5. Pariwisata”

Belum kepikiran

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum terpikirkan olehnya untuk menggalang kekuatan antara kepala daerah demi mencegah efek negatif terbitnya peraturan pemerintah. “Saya belum berpikir ke arah sana,” ujar Jokowi.

Mantan Wali Kota Surakarta itu menyerahkan sepenuhnya bagaimana mncegah efek negatif dari PP tersebut pada masing-masing kepala daerah. Di Jakarta, pengadaan bus sedang dan transjakarta akan dilakukan akhir 2013 hingga awal 2014 mendatang. Usai pengadaan bus, Pemprov DKI kemudian akan meneruskan dengan penerapan Genap-Ganjil dan Electronic Road Pricing (ERP). Kemungkinan genap ganjil dan ERP akan diterapkan di DKI pada tahun 2015 yang akan datang.

“Mau tidak mau memang harus menunggu itu semua,” ujar politisi PDI Perujangan itu.

Editor : Ana Shofiana Syatiri

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Pro Kontra Mobil Murah
  • Jokowi Tak Merasa Perlu Galang Kepala Daerah Tolak Mobil Murah
  • PDI-P: Soal Mobil Murah, Jokowi Tak Membangkang dari Pemerintah Pusat
  • Irfan Hakim: Motor Aja Bikin Macet, Apalagi Mobil Murah
  • Mobil Murah Bakal Sesaki Jalur Mudik
  • Trio Bajaj: Mobil Murah, Pecutan untuk Mobil Nasional
  • Pemerintah Pertimbangkan Beri Sanksi Mobil Murah “Peminum” Premium
  • Mobil Murah Nantinya Wajib Memakai BBG
  • BBM di Android dan iPhone
  • Piala AFF U-19
  • Pro Kontra Mobil Murah
  • Tabrakan Senayan
  • Teroris Serbu Mal di Kenya
  • Krisis Demokrat
7 Tipe Orang yang Tidak Akan Pernah Sukses
Ini Dugaan Awal Motif Penyekapan Penjual Kopi di Kebon Jeruk
Ulasan Mobil Baru di IIMS 2013
Dilarang Parkir di Jalan Kramat Raya, kecuali Mobil Milik Polisi
Mengobati Jerawat dengan Pasta Gigi?



Apa yang Bisa Dipetik dari Kecelakaan Anak Ahmad Dhani? [ BeritaTerkini ]

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketika terjadi kecelakaan fatal yang melibatkan anak bungsu pasangan musisi Ahmad Dhani dan Maia Estianty, berinisial AQJ alias Dul (13), masyarakat seolah tersentak. Padahal ternyata kasus kecelakaan yang melibatkan anak di bawah umur sebagai pelaku atau penyebab kecelakaan lalu lintas, bukan baru kali ini terjadi. Apakah cukup dengan menghukum pelaku?

Kecelakaan fatal dengan pelaku di bawah umur yang juga pernah membetot perhatian media massa, melibatkan seorang pelajar SMA Negeri 28 Jakarta pada 13 Agustus 2011. Saat itu, pengemudi berinisial MHW (16) mengalami kecelakaan di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan. Dalam kecelakaan itu, dua orang tewas dan dua yang lain terluka.

MHW mengemudikan Toyota Yaris bernomor polisi B 1271 CB dalam perjalanan pulang dari sahur on the road di beberapa tempat menuju Pasar Minggu. Di dalam mobil itu juga ada empat teman MHW, berinisial NS (16), ADO (16), WMD (16), dan RA (16).

Di perempatan lampu merah tak jauh dari kantor Harian Republika di ruas jalan itu, mobil MHW kehilangan kendali, lalu menabrak separator busway dan pohon di median jalan. Akhirnya, mobil terpental ke arah timur dan terbalik di permukaan aspal.

Dalam berkas perkara kepolisian, disebutkan bahwa NA dan ADO tewas setelah sempat dibawa ke Rumah Sakit Jakarta Medical Center, di ruas jalan yang sama. Dua rekan lain MHW, VMD dan RA, mengalami luka dan dirawat di rumah sakit itu. Dua hari berselang, polisi menetapkan MHW sebagai tersangka kasus tersebut.

Kasus Dul dan MHW sama-sama kecelakaan yang melibatkan pengemudi di bawah umur, jelas belum memiliki surat izin mengemudi. Dua-duanya menyebabkan kecelakaan yang memakan korban jiwa. Bedanya, kasus MHW adalah kecelakaan tunggal sementara kecelkaan Dul melibatkan lebih dari satu kendaraan.

Dalam kasus Dul, kecelakaan yang terjadi di Tol Jagorawi Km 8+200, Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (8/9/2013) dini hari, tiga mobil terlibat. Dul mengemudikan Mitsubishi Lancer B 80 SAL, kehilangan kendali menabrak pembatas tol kemudian menabrak dua mobil di jalur yang berlawanan arah, Toyota Avanza B 1882 UZJ dan Daihatsu Gran Max B 1349 TFM.

Akibat kecelakaan itu, ajal menjemput enam korban di lokasi kejadian. Satu korban lain meninggal dunia setelah sempat menjalani perawat di rumah sakit. Delapan orang korban lainnya harus dirawat karena terluka akibat tabrakan. Sehari kemudian, polisi menetapkan Dul sebagai tersangka.

Tinjauan Hukum

Mengemudikan mobil, seharusnya hanya dilakukan oleh mereka yang telah lulus ujian untuk mendapatakan setidaknya SIM A. Dari usia, MHW maupun Dul jelas belum memenuhi persyaratan, bahkan untuk mengikuti ujian SIM.

Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menegaskan seseorang bisa mendapatkan SIM bila memenuhi syarat usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Ayat 2 pasal tersebut menyebutkan secara eksplisit bahwa syarat minimal untuk dapat memiliki SIM adalah berusia 17 tahun.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Agung Ardiyanto pun memastikan dalam kasus MHW hanya ada surat tanda nomor kendaraan (STNK) yang disita. Tak ada SIM A di sana.

Untuk kedua kasus, polisi menerapkan Pasal 310 ayat 4 UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukuman yang dikenakan adalah maksimal 6 tahun penjara.

Dalam kasus MHW, penahanan tak dilakukan lama setelah dia ditetapkan menjadi tersangka. Atas permintaan keluarga dia mendapatkan penangguhan penahanan. Namun dalam berita acara polisi (BAP) tak pernah tercantum keterangan bahwa MHW ditahan, demikian ju tak pernah ada Surat Pemberitahuan Penahanan yang diterima kejaksaan.

“Dari awal tidak dilakukan penahanan. Yang jelas ketika diserahkan dari penyidik polisi ke kejaksaan, kondisinya tidak ditahan,” ujar Ardiyanto. Menurut dia, keringanan didapat MHW karena masih di bawah umur, berstatus pelajar dan masih sekolah, serta ada permintaan keluarga.

Selain itu, lanjut Ardiyanto, ada rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan. Rekomendasi dari lembaga di bawah payung Kementerian Hukum dan HAM ini menjadi salah satu dasar kejaksaan tak menahan MHW. “Kami memang memperhatikan rekomendasi Bapas. Itu memang tidak mengikat, tapi harus diperhatikan penegak hukum, penyidik, kejaksaan ataupun hakim,” katanya.

Sedangkan dalam kasus Dul, polisi belum melakukan pemberitaan. Merujuk pemberitaan di televisi, Rabu (25/9/2013) malam, dalam pekan ini polisi baru akan memeriksa Dul di rumah meskipun menurut ayahnya, Ahmad Dhani, Dul sudah bersedia menjalani pemeriksaan di kantor polisi.

Sebelumnya, polisi sudah memastikan akan proses peradilan kasus Dul akan mengacu pula pada UU Perlindungan Anak, selain penggunaan Pasal 310 ayat 3 UU Nomor 22 Tahun 2009 sebagaimana dikenakan pada MHW.

Peradilan anak

Dalam penelusuran Kompas.com, kasus MHW telah maju ke persidangan perdana dalam peradilan anak pada 8 Maret 2012. Hampir satu bulan kemudian, vonis pun dijatuhkan kepada MHW, yakni pada 12 April 2012.

Majelis Hakim Penggadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara pidana anak itu menjatuhkan vonis 3 bulan pidana penjara dan 6 bulan masa percobaan kepada MHW. Hal ini tercatat dalam petikan putusan nomor 256/Pid.Anak/2012/PN.Jkt.Sel.

Penjatuhan vonis masa percobaan berarti MHW tak harus menjalani hukuman penjara asalkan selama masa percobaan dia tak melakukan perbuatan pidana atau pelanggaran hukum apa pun. Selama masa percobaan itu pula, dia diharuskan melakukan wajib lapor ke kejaksaan secara berkala.

Menurut Ardiyanto, vonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yang menuntut 5 bulan pidana dan 10 bulan masa percobaan kepada MHW. Banyak hal dinyatakan sebagai pertimbangan meringkankan. “Selain dia masih anak-anak, dia juga sudah berdamai dengan (keluarga) korban meninggal maupun luka,” kata Ardiyanto.

Dalam kasus Dul, persidangan memang masih belum berlangsung. Beragam pendapat bermunculan, termasuk pandangan bahwa seharusnya tak hanya si pelaku di bawah umur yang dikenakan pidana. Publik harap-harap cemas menanti proses persidangan dan pandangan hukum atas kasus kecelakaan ini.

Di tengah kemirisan kecelakaan fatal dengan kronologi dan korban sedemikian banyak, sebagian kalangan berpendapat restorative justice dapat diterapkan dalam kasus Dul. Konsep restorative justice memang diatur dalam UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah masuk Lembaran Negara pada 30 Juli 2012.

UU 11 Tahun 2012 ini merupakan revisi atas UU 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Masalahnya, UU hasil revisi dinyatakan baru akan berlaku dua tahun setelah diundangkan, alias baru berlaku per 30 Juli 2014.

Maka, polisi pun meminta pandangan dari para ahli dan pemerhati hukum. “Yang jelas pihak korban dan pelaku sudah dilakukan mediasi dengan baik dan pendapat ahli juga jadi acuan kita tentukan langkah ke depan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto.

Satu hal, Rikwanto mengatakan peraturan-perundangan tidak membedakan perlakuan hukum pada orang berada maupun tidak. “Ini satu contoh saja pelakunya putra orang tenar, tapi dalam penyidikan tidak ada beda,” tegas dia.

Siapa salah?

Terlepas daridialektika terkait restorative justice,di depan mata terpapar fakta memprihatinkan. Data dari Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkan kecelakaan yang melibatkan pelajar alias pelaku di bawah umur ternyata bukan hanya satu dua perkara.

Data itu mencatat, selama periode 2011-2012 di wilayah hukum Polda Metro Jaya terjadi 677 kecelakaan yang melibatkan para pengendara kendaraan bermotor di bawah umur. Jumlah itu merupakan angka tertinggi ketiga dari kecelakaan berdasarkan kategori pelaku. Peringkat pertama kategori pelaku adalah karyawan swasta dengan 4.118 kasus, dan urutan kedua adalah pelaku berprofesi pengemudi dengan 834 pekara.

Peringkat pelaku di bawah umur sebagai penyebab kecelakaan, sampai akhir 2012 tetap menempati urutan ketiga. Sepanjang 2012, tercatat 487 kasus telah terjadi. “Pelajar di bawah umur cukup banyak dalam kompilasi data yang kita buat. Ini menjadi keprihatinan bersama,” kata Rikwanto.

Fakta ini, tegas Rikwanto, butuh upaya bersama dari banyak kalangan dan institusi untuk menekan angka kecelakaan dengan pelaku di bawah umur maupun pelajar. Keterlibatan lembaga pendidikan, orangtua atau keluarga, dan polisi, tak bisa tidak menjadi mutlak.

Polisi sudah berupaya membangun kesadaran berlalu-lintas pada pelajar dengan menyentuh dunia pendidikan sejak dini, dengan program polisi cilik dan upacara. Kesadaran tentang peraturan hukum dan keselamatan berkendara menjadi sasarannya.

Tantangan sekarang, apa yang seharusnya ditegakkan lembaga pendidikan dan orangtua, agar para penerus bangsa tak lagi menjadi raja jalanan yang rentan membahayakan keselamatan jiwa? Adalah fakta yang seolah sudah menjadi kewajaran, melihat deretan sepeda motor bahkan mobil berjajar di pelataran sekolah. Nah.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Anak Ahmad Dhani Kecelakaan
  • Prudential Enggan Berkomentar soal Asuransi AQJ
  • Istri Korban Kecelakaan Dul Khawatir Ahmad Dhani Tak Penuhi Janji
  • Biaya Perawatan AQJ Tak Ditanggung Asuransi, Dhani Kecewa
  • Kamis Besok, Polisi Periksa Dul di Rumah Ahmad Dhani
  • Dokter Belum Izinkan Polisi Periksa Putra Ahmad Dhani
  • Anak di Bawah Umur Bakal Tak Bebas Lagi Berkendara
  • Ayah Kekasih AQJ: Anak Saya Stres
  • BBM di Android dan iPhone
  • Piala AFF U-19
  • Pro Kontra Mobil Murah
  • Tabrakan Senayan
  • Teroris Serbu Mal di Kenya
  • Krisis Demokrat
7 Tipe Orang yang Tidak Akan Pernah Sukses
Ini Dugaan Awal Motif Penyekapan Penjual Kopi di Kebon Jeruk
Ulasan Mobil Baru di IIMS 2013
Dilarang Parkir di Jalan Kramat Raya, kecuali Mobil Milik Polisi
Mengobati Jerawat dengan Pasta Gigi?



Serangan di Kirkuk Perpanjang Kekerasan di Irak [ BeritaTerkini ]

KOMPAS.com -Sekelompok orang bersenjata meledakkan dua bom mobil di Hawijah, Kirkuk, Irak
. Insiden pada Rabu (25/9/2013) siang itu juga diikuti serentetan tembakan.

Hingga berita ini diunggah, sebagaimana warta AP, belum ada catatan soal jatuhnya korban manusia baik luka maupun tewas.

Sementara, catatan kepolisian setempat menunjukkan serangan itu mengincar kantor pemerintah di provinsi kaya minyak tersebut. “Penyerang juga menembakkan enam roket ke arah kantor polisi,”kata catatan tersebut.

Mendapat serangan itu, polisi membalas. Alhasil, baku tembak tak terhindarkan.

Konflik perlawanan bersenjata memang belum usai di Irak. Kekerasan antarsipil seolah menjadi hal lazim di Irak. Catatan sejak 2006 menunjukkan konflik macam itu rata-rata sebulan sudah menewaskan sekitar 3.000 orang.

Editor : Josephus Primus

  • 16 Peziarah Irak Tewas dalam Kecelakaan di Iran
  • Dua Bom Hancurkan Masjid Sunni di Samarra, 16 Tewas
  • Dua Bom Meledak di Pemakaman Warga Syiah Irak, 57 Tewas
  • Bom Hantam Ambulans Pengangkut Wanita Hamil di Irak
  • Kelompok Militan Serang Dua Pos Polisi Irak, 8 Tewas
  • BBM di Android dan iPhone
  • Piala AFF U-19
  • Pro Kontra Mobil Murah
  • Tabrakan Senayan
  • Teroris Serbu Mal di Kenya
  • Krisis Demokrat
7 Tipe Orang yang Tidak Akan Pernah Sukses
Pria- Pria yang Sebaiknya Tak Dikencani
Ulasan Mobil Baru di IIMS 2013
Ini Alasan Tata Tarik Messi
Lurah Susan Ditolak Warga, Jokowi Tanggapi Dingin



Dituding Gagalkan Pelantikan Ruhut, Apa Komentar Priyo? [ BeritaTerkini ]

KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com