Kompas.com - Mengalami disfungsi ereksi alias impotensi adalah mimpi buruk bagi setiap pria. Meski begitu, jangan sembarangan membeli obat-obatan antiimpotensi. Terlebih obat antiimpotensi bukanlah obat yang bisa dibeli secara bebas.
Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), obat antiimpotensi ditandai dengan lingkaran merah pada kemasan yang berarti obat keras. “Obat untuk disfungsi ereksi masuk golongan obat keras. Obat ini hanya bisa diperoleh di apotik tertentu dengan resep dokter,” kata Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA BPOM, Retno Tyas Utami.
Retno juga menjelaskan, BPOM tidak mengeluarkan izin edar untuk obat, kosmetik, atau suplemen dengan slogan yang provokatif. Misalnya, janji pemberian manfaat dalam waktu singkat dan tanpa efek samping. “Ingat, obat disfungsi ereksi hanya bisa diperoleh dengan konsultasi dokter. Obat yang banyak beredar di jalan atau online, jangan sampai dikonsumsi,” kata Retno.
Obat yang tidak memiliki izin edar, dikhawatirkan menimbulkan efek merugikan bagi konsumen. Hal senada dikatakan ahli urologi, Dr. Ponco Birowo. Efek samping dari obat antiimpotensi antara lain rasa debar berlebihan hingga menimbulkan sesak. Gejala ini merupakan tanda obat yang dikonsumsi telah mengganggu metabolisme tubuh. Kondisi ini kadang disertai rasa panas pada beberapa anggota tubuh.
“Ada beberapa yang mengalami nyeri punggung atau seperti melihat sinar biru setelah minum obat antiimpotensi sembarangan. Obat yang asli juga ada yang menimbulkan efek seperti itu, namun tidak berlaku sama,” ujarnya.
Obat disfungsi ereksi yang sudah mendapat label BPOM dan sesuai resep dokter, tentu aman dikonsumsi karena dosis obat diberikan sesuai indikasi.
Obat antiimpotensi bekerja dengan menimbulkan relaksasi pembuluh darah pada penis pria, sehingga bisa dialiri darah. Aliran darah yang lancar ke organ penis merupakan syarat utama terjadinya ereksi.
Ada beberapa jenis obat antiimpotensi. Obat dengan bahan aktif sildenafil, tadanafil, dan vardenafil, menjadi obat yang paling sering diberikan dokter. Menurut Ponco, ketiganya aman namun memiliki efektifitas berbeda sesuai kandungan kimianya.
Ketiganya sama-sama mengandung PDE-5 inhibitor dalam konsentrasi yang berbeda. Sildenafil memiliki konsentrasi 450 ng/ml, tadalafil sejumlah 378 ng/ml, sedangkan vardelafil 20,9 ng/ml. Obat tersebut harus diberikan sesuai resep doker dan disesuaikan dengan kondisi tiap pasien.
Obat disfungsi ereksi tidak memerlukan dosis yang terus bertambah. “Obat disfungsi ereksi bukan narkoba yang menimbulkan adiksi, dengan dosis terus meningkat. Bila kondisi itu terjadi, maka ada yang salah dengan pola hidupnya,” kata Dr. Nur Rasyid, Sp.U.
Pola hidup sehat, kata Nur, akan mempertahankan kelenturan otot penis. Dibantu manfaat yang didapat dari PDE-5 inhibitor, maka disfungsi ereksi tidak menjadi masalah.