Jakarta - Diskon tengah banyak digelar di berbagai pusat perbelanjaan Jakarta. Apakah Anda yang termasuk tergiur untuk berbelanja? Hati-hati kecanduan dan jadi shopaholic.
Seseorang disebut shopaholic ketika memiliki kebiasaan belanja yang berlebihan. Orang tipe ini cenderung kompulsif dalam berbelanja dan tidak puas dengan barang yang sudah dimilikinya.
Perilaku ini bisa menjadi masalah ketika shopaholic mengalami perasaan gembira yang berlebihan. Namun setelah itu mereka mengalami kekecewaan, selalu merasa tidak puas bahkan bisa depresi.
Menurut Psikolog Roslina Verauli, ada beberapa cara untuk mengatasi kecanduan belanja ini. Pertama, adalah mempelajari semua belanjaan yang rata-rata mereka beli, adakah kesamaan?
"Tiap orang bisa berbeda. Ada yang compulsive buyer untuk barang-barang printilan (pernak-pernik), sebagai gaya hidup atau beli buku. Ada pula orang yang senangnya cuma beli peralatan rumah tangga, bahan-bahan masak baru, khusus barang yang dipasarkan online atau tas branded," jelas Vera, begitu sapaan akrabnya kepada wolipop.
Dengan mengenali kecenderungan barang yang dibeli, akan memudahkan orang untuk lebih bisa memilah. Mana barang yang sebenarnya diperlukan dan apa yang kurang perlu.
Kedua, mengetahui kebutuhan emosi yang harus dipenuhi. Sebagai contoh, apakah dia belanja karena merasa kesepian, perlu pengakuan diri, ingin diperhatikan orang lain atau sekadar mencari kesenangan?
Setelah tahu penyebabnya, yang ketiga adalah menemukan solusi atas pemenuhan kebutuhan emosi yang kurang. Jika seseorang berbelanja karena merasa kesepian maka ia akan disarankan untuk membangun hubungan dekat dan lebih banyak bersosialisasi.
Bila pengakuan akan eksistensi diri, maka ubahlah diri Anda jadi seorang yang produktif. Caranya bisa dengan berkarya, membentuk suatu organisasi yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain (ikut kegiatan sosial, aktif dalam komunitas hobi, dan sebagainya).
Ketika rasa senang yang ia cari, bisa mengalihkannya sesuatu yang lain. Kesenangan tidak harus dipenuhi dengan berbelanja. Masih banyak kegiatan lain yang lebih bermanfaat dari sekadar membeli berpotong-potong pakaian, makan di restoran mahal atau belanja peralatan masak yang sebenarnya tidak diperlukan.
"Penuhi kebutuhan emosional dengan cara yang lebih tepat. Bina hubungan yang lebih berkualitas jika sudah memiliki pasangan. Hindari tempat-tempat belanja, kurangi frekuensi main dengan teman. Jika segala cara sudah dilakukan namun tetap gagal, maka Anda bisa berkonsultasi dengan psikolog," ujar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Bagaimana jika kecanduan belanja ini sudah sampai tingkat mengkhawatirkan? Psikolog Kasandra Putranto menyarankan agar Anda mendapatkan bantuan dari psikolog. Berdasarkan konsultasi dengan psikolog ini nantinya bisa diketahui apakah Anda membutuhkan bantuan psikiater atau tidak.
"Karena harus dilihat apa ini adiksi belanja, apa masuk dalam ketergantungan, karena di dalam penggolongan ini juga sudah agak bergeser ya, awalnya dianggap ketidakmampuan untuk mengendalikan dorongan. Tapi di dalam klafikasi yang baru itu dianggap semacam ketergantungan dalam diri untuk belanja, keinginan belanja yg terus-menerus," urai Kasandra.
(hst/hst) Browser anda tidak mendukung iFrame |