Banda Aceh (ANTARA) - Ketua Forum bersama (Forbes) Aceh HM Nasir Djamil mengatakan menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Dalam Negeri soal disahkannya rancangan qanun menjadi qanun (Perda) tentang bendera dan lambang Aceh oleh legislatif (DPRA) setempat. "Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Kemendagri untuk menilai apakah lambang dan bendera Aceh itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak," katanya yang dihubungi dari Banda Aceh, Selasa. Hal itu disampaikan menanggapi pengesahan qanun berupa gambar bulan dan bintang dengan les garis hitam dan putih di atas kain berwarna dasar merah sebagai bendera Aceh, serta gambar buraq dan singa sebagai lambang Aceh oleh DPRA pada 23 Maret 2013. "Kendati demikian, Forbes DPR dan DPD RI asal Aceh mengingatkan Kemendagri untuk menghormati kekhususan Undang Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang dimiliki oleh Aceh," kata politisi PKS itu. Namun, menurut dia, bendera dan lambang Aceh itu akan menjadi "batu ujian" antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. "Dan jika itu berhasil dilewati dengan mulus, saya yakin ke depan hubungan Aceh dan Pusat akan mulus. Forbes tidak dalam posisi setuju atau tidak dengan qanun bendera dan lambang Aceh," kata HM Nasir menjelaskan. Tapi yang Forbes pikirkan adalah bagaimana agar Pemerintah Aceh saat ini mampu mensejahterakan masyarakat di provinsi berpenduduk sekitar 4,7 juta jiwa tersebut. Dipihak lain, Nasir juga mengatakan semua pihak harus menghormati keputusan bersama legislatif dan eksekutif Aceh terkait pengesahan qanun bendera dan lambang daerah tersebut. Sebab, kata dia, di dalam MoU Helsinki dan UUPA tidak secara detail mengatur tentang bendera dan lambang Aceh. Sementara di Peraturan Pemerintah Nomor 77/2007 memang disebutkan bahwa lambang dan bendera daerah tidak boleh seperti lambang dan bendera yang pernah digunakan oleh gerakan separatis.(rr) |
KOMENTAR ANDA