Jakarta - "I want to share story of Indonesian handicraft. I want to promote handicraft Indonesia, with shoes. As simple as that," itulah visi seorang Lianna Gunawan, pemilik brand sepatu La Spina dalam menjalankan bisnisnya.
Visi itu juga yang berhasil mengantarkan wanita berusia 35 tahun ini ke ajang penghargaan bergengsi dunia, untuk menerima Cartier Initiative Women’s Award di Paris pada 2012. Ia pun jadi wanita Indonesia pertama yang menerima penghargaan sebagai salah satu wanita inspiratif, bersama dua rekan lainnya dari Filipina dan India.
Prinsip wanita yang pernah berkecimpung di dunia marketing ini dalam menjalankan usahanya cukup unik dan menginspirasi. Ia mengatakan, jangan berbisnis dengan hanya berdasarkan uang dan meraup untung sebanyak-banyaknya. Tapi bisnis juga harus memiliki visi, tujuan dan proyek jelas yang bisa bermanfaat untuk masyarakat luas.
Karena itulah ibu satu anak ini menciptakan sepatu yang juga menjadi media untuk memopulerkan kekayaan kain khas Indonesia. La Spina, brand yang didirikan sejak dua tahun lalu terkenal dengan koleksi sepatu yang stylish namun memiliki unsur etnik. Dalam setiap pasang sepatu, Lianna selalu menggunakan material dengan motif tradisional seperti batik sebagai aksen pemanis.
Jika dulu koleksi La Spina hanya menggunakan motif batik, kini Lianna yang menjadi pemilik sekaligus desainer mulai mengembangkan motif-motif dan kerajinan lain. Mulai dari anyaman tikar, ukiran dan produk kerajinan Indonesia lainnya dimanfaatkan Lianna untuk mempercantik sepatu yang sebagian besar diproduksi secara handmade tersebut.
"Indonesia nggak hanya punya batik, tapi juga songket, ukir-ukiran. Banyak yang belum saya gali. Misalnya saja anyaman bambu yang merupakan koleksi terbaru La Spina, diaplikasikan di sol atau platform-nya. Harus terus berinovasi biar nggak bosan," ujar Lianna, saat berbincang dengan wolipop di Rumah Imam Bonjol, Jl. Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat.
Material yang digunakan wanita asal Semarang yang hobi traveling ini 80 persen berasal dari dalam negeri. Hal ini juga merupakan usahanya untuk mendukung kemajuan para pengrajin lokal.
"20 persen import, itu untuk heels, material leather karena memang (kualitas) lebih baik. Tapi untuk songket, batik, langsung dari pengrajinnya. Biasanya kita cari orang yang bisa diajak kerja sama atau di pameran ada kain kita beli," jelasnya.
Sepatu La Spina kini sudah sukses merambah ke berbagai pelosok negeri yang dipasarkan secara online. Produknya juga sudah dipasarkan di Jepang hingga Afrika Selatan. Warna-warna cerah, desain yang inovatif, nyaman dikenakan dan memiliki sentuhan etnik merupakan ciri khas produk ciptaannya ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pencinta fashion, khususnya sepatu.
(hst/hst) Browser anda tidak mendukung iFrame |